Langkah korektif yang dilakukan berhasil memperbaiki pengelolaan lahan gambut di Indonesia. Praktik yang diterapkan Indonesia bahkan telah menjadi rujukan Internasional.
Demikian dinyatakan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong saat webinar bertajuk “Praktik Pengelolaan Gambut untuk Pengembangan Ekonomi, Lingkungan dan Masyarakat”, Kamis (11/2/2021). Webinar tersebut merupakan seri kedua jelang Kongres dan Seminar Internasional HGI Oktober 2021.
Wamen Alue menjelaskan ekosistem gambut sangat rentan yang sensitif terhadap gangguan dan degradasi. Oleh karena itu pengelolaannya harus memenuhi prinsip 3B yaitu berkelanjutan, bertanggung jawab, dan bijaksana.
Alue Dohong menuturkan, pengelolaan gambut harus berjalan seiring sebagai aset lingkungan, ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Tidak boleh hanya penekanan pada satu aspek, ketiganya harus seimbang. Tidak hanya untuk konservasi dan restorasi, tapi juga dalam meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas,” kata Wamen Alue.
Dia menyatakan, Indonesia memiliki banyak pengelaman dan pengetahuan untuk praktik terbaik pengelolaan gambut. Menurut Wamen Alue, pasca bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2015, sejumlah langkah korektif dilakukan pemerintah untuk memperbaiki pengelolaan gambut.
Dari sisi regulasi diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan berbagai peraturan pelaksananya. Penegakan hukum juga diterapkan secara terukur dan akuntabel.
Hasilnya, berdasarkan data Kementerian LHK, telah teridentifikasi 207 Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) dimana fungsi lindung gambut dan fungsi budidaya diinventarisasi.
Pemerintah juga memantau secara langsung tinggi muka air pada areal yang dikelola korporasi untuk memastikan gambut terjaga kelebapannya, mencegah karhutla, dan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK)
Sejauh ini luas areal gambut yang telah direstorasi mencapai 3,6 juta hektare. Jika dihitung lebih jauh, restorasi tersebut berhasil mengurangi emisi GRK sebanyak 366,2 juta ton setara CO2.
“Keberhasilan Indonesia telah mendapat pengakuan Internasional. Langkah korektif Indonesia telah menjadi rujukan pengetahuan Internasional dan dipelajari oleh negara lain. Kita harus bangga,” katanya.
Kolaborasi
Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Hartono Prawiraatmadja menyatakan pentingnya kolaborasi dan sinergi dalam pengelolaan gambut. Dia menjelaskan, gambut pada satu KHG harus dikelola sebagai satu kesatuan yang utuh.
Satu pengelola lahan tidak bisa hanya fokus pada pengaturan tata air di areal pengelolaannya tanpa memperhatikan pengelola lahan di sisi KHG yang lain.
“Kalau manajemen tata air hanya dilakukan sendiri, mungkin hanya di tempat tertentu yang tetap basah di musim kemarau, tapi di tempat lain. Makanya perlu menerapkan prinsip berbagi air,” katanya.
Ketua Umum HGI Supiandi Sabiham juga menekan bahwa lahan gambut harus dikelola secara berkelanjutan. Terkait isu kompleksitas sifat lahan maka lahan gambut untuk penggunaan lain haruslah yang hutannya sudah rusak. Jadi tujuan pemanfaatan adalah untuk merevitalisasi lahan gambut yang sudah rusak.
Terkait isu deforestasi maka yang harus dilakukan ke depan adalah memfokuskan pengembangan pemanfaatan secara intensifikasi. Sementara terkait isu perubahan sifat penting bahan gambut maka perlu dilakukan pemanfaatan secara bijak.
“Dari sisi ekonomi pemanfaatan harus berlandaskan teknologi yang bersifat adaptif. Dari sisi lingkungan harus berlandaskan pada kemampuan dan kesesuaian lahan. Dan dari sisi sosial masyarakat, pemanfaatan harus berlandaskan kerjasama antara masyarakat, pelaku usaha dan pemerintah,” kata Supiandi
Webinar HGI diikuti sekitar 1.000 peserta dari seluruh Indonesia dari berbagai kalangan. Turut menjadi pembicara Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian LHK Karliansyah, dan peneliti utama Badan Litbang Kementerian Pertanian Profesor Fahmudin Agus, Pengurus bidang Sustainability Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Yudha Asmara, Deputy Director Corporat Strategic and Relation Sinar Mas Forestry bagian dari grup Asia Pulp and Paper (APP) Iwan Setiawan, dan Deputy Director Sustaianability and Stakeholder Engagement APRIL Grup Dian Novarina